Dokumen Lama Dewan Interaction
tentang Etika


Pernyataan Roma (1987)

Pertemuan Konsultatif tentang
Pertanyaan yang Berhubungan
dengan Perdamaian,
Pembangunan, Populasi, dan
Lingkungan


La Civilta Cattolica, 9-10 Maret 1987, Roma, Italia




PENGANTAR
PERNYATAAN ROMA



Takeo Fukuda
Ketua Kehormatan Dewan InterAction (IAC) 

KEKHAWATIRAN terbesar saya adalah tentang situasi sulit yang sedang dihadapi dunia. Baik dalam sudut pandang politik, militer, atau ekonomi, masalah selalu bermunculan. Dan kondisi fisik di sekitar kehidupan kita, termasuk salah satunya masalah jumlah penduduk, pembangunan dan lingkungan, selalu menghadapkan kita terhadap suatu krisis yang tak terprediksi. Secara sederhana, kita tidak akan memiliki masa depan apabila kita gagal dalam menanggapi masalah- masalah dalam kondisi genting seperti ini. Penanganan masalah memerlukan usaha yang ulet dan kebulatan tekad apabila kita masih menginginkan dunia menjadi tempat yang aman untuk anak cucu kita nantinya. 
  Dimulai dari kesadaran semacam inilah, saya memimpin per- sidangan di tahun 1983 dalam sebuah “Dewan InterAction” (Dewan Inter Aksi) bersama puluhan mantan pemimpin negara-negara dan pemerintahan untuk mempertimbangkan bagaimana permasalahan ini bisa diselesaikan, dan kemudian mengambil tindakan tepat berdasarkan keyakinan kita. Sementara para pemimpin yang memegang tampuk kekuasaan juga memikirkan masalah yang sama, terkadang mereka terlalu sibuk dengan urusan keseharian, dan terbatas oleh kepentingan negaranya masing-masing. Saya merasa bahwa para mantan pemimpin dunia dengan pengalaman yang segudang dan penuh kebijaksanaan tidak boleh puas dengan kondisi sekarang. Dewan InterAction memiliki lima macam sidang pleno dan beberapa pertemuan kelompok diskusi khusus. Dan kami telah memberikan pengaruh yang tidak sedikit dalam pemecahan permasalahan di dunia. 
  Tapi saya berpikir jauh ke depan. Sudah lama saya merasa bahwa perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia tidak terlepas dari peran serta kelompok-kelompok keagamaan dan para tokoh politik. Apakah tidak lebih baik apabila para tokoh politik dan pemimpin agama duduk bersama dan membahas berbagai permasalahan serta isu tentang berbagai aspek kehidupan manusia di dunia? Saya rasa, kesatuan pemahaman akan tercapai dari para pemuka agama dan akan timbul beberapa kesamaan umum dalam diskusi ini. Karena pada hakikatnya hal yang penting dalam kehidupan manusia itu bersifat universal. 
  Jadi, beberapa anggota Dewan InterAction telah bertemu dengan pemuka lima agama besar dunia di Roma pada musim semi tahun 1987. Dalam pertemuan tersebut telah disetujui bahwa tidak akan ada masa depan bagi umat manusia apabila kita gagal dalam meng- hadapi tantangan dan apabila tidak ada ruang bagi para politikus dan pemimpin agama di dunia untuk bersama-sama berperan dalam memecahkan beberapa permasalahan yang ada. Sangat membanggakan bagi saya untuk mengumumkan bahwa sebuah kesepakatan besar telah dicapai dalam menjawab kesulitan mendasar di dunia oleh para wakil kelompok-kelompok tersebut di atas, terlepas dari latar belakang mereka yang sangat beraneka ragam, dengan perbedaan cara pandang yang signifikan. 
  Kesepakatan yang dicapai di Roma memberikan dukungan bagi kita untuk melanjutkan perjuangan. Pertemuan tersebut merupakan sebuah usaha yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia dan tentunya sangat berharga. Saya sadar bahwa usaha yang terus menerus untuk mempersatukan pendapat akan membangun aksi kebersamaan. Saya bersyukur dapat membuktikan keyakinan saya dengan mata kepala saya sendiri dan saya memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada takdir yang telah tergariskan ini. 




PENGANTAR
PERNYATAAN ROMA



Helmut Schmidt
Ketua Dewan InterAction 

SEJAK percakapan mendalam saya dengan Anwar el Sadat pada pertengahan tahun 70an, timbullah kesan refleksif mendalam tentang Sadat—keingintahuan saya tentang agama, masalah filosofis dan kecenderungan etis serta korespondensi antarbudaya di dunia menjadi semakin kuat. Tanpa pengertian bersama, sangat sulit untuk mempertahankan kedamaian. 
  Entah itu di Palestina atau di tempat lain di dunia, sangat sukar untuk mewujudkan ‘perdamaian abadi’ (seperti yang di usulkan oleh Immanuel Kant). Tentunya sebagian besar manusia memahami nilai moral dari tujuan perdamaian dunia tersebut. Akan tetapi, sejarah telah menunjukkan bahwa kemungkinan terbesar terjadinya konflik yang hanya bisa diselesaikan dengan kekuatan bersenjata masih akan mungkin terjadi di masa yang akan datang—terlepas dari adanya Perhimpunan Negara-Negara atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ataupun perdamaian bangsa terdepan yang bisa di capai di dunia.
  Faktanya masih benar adanya, bahwa semakin cepat sebuah konflik diredam dan di transformasi menjadi suatu bentuk kompromi sebelum terpaksa digunakan kekuatan militer internasional, semakin besarlah harapan untuk menghindari peperangan. Atau sebaliknya, semakin banyak orang berpendirian kuat terhadap agamanya, rasa kebangsaannya, pendapat rasis atau ideologi radikal dan mendasar yang dimiliki, semakin kecil kemungkinan munculnya pengertian bersama dan semakin besarlah kemungkinan terjadinya baku tembak militer dalam peperangan. 
  Adalah harapan untuk saling mendengar dan didengarkan, yang akhirnya membawa para pemimpin agama dan politik bertemu di Roma. Kita tidak hanya bersidang sebagai perwakilan agama Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, atau Buddha atau sebagai pemikir bebas, kita datang juga sebagai seorang demokrat dan komunis, konservatif dan liberalis; kita datang dari latar belakang pemerintahan yang berbeda dan latar belakang demokrasi yang berbeda pula; kita datang dari kelima benua di dunia; kita berwarna hitam, cokelat, kuning atau putih. Di samping segala perbedaan di atas, kita tetap menyetujui pertanyaan-pertanyaan terpenting di dunia. 
  Sepertinya merupakan hal yang sederhana untuk mencapai kesepakatan tentang perdamaian dunia. Tetapi pada kenyataannya tidak- dan tidak mudah pula mencapai persetujuan umum atas hal lain seperti agama dan politik- untuk saling mendukung menciptakan perdamaian dalam segala tindakan ataupun kelalaian sehari-hari. Mungkin terlihat sangat sederhana apabila kita membicarakan tentang laju pertumbuhan penduduk di dunia, tapi hal ini juga sangat mempengaruhi konsumsi energi yang secara langsung akan mengubah campuran zat kimia di lapisan troposfer udara kita dalam dekade mendatang yang bisa berakibat terjadinya efek rumah kaca yang berdampak luas terhadap kelangsungan hidup manusia kebanyakan. Namun, dalam kegiatan keseharian ataupun kelalaian yang sering kita lakukan, sangat sulit untuk mengupayakan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan untuk menjalankan program keluarga berencana yang mencakup bermiliar-miliar pasangan manusia. 
  Kepedulian ini merupakan sinyal yang kuat bagi para pemuka agama dan politisi dari seluruh penjuru dunia untuk mengakui akan pentingnya keluarga berencana. Banyak pemimpin-pemimpin dunia lain yang harus di sadarkan akan pentingnya keluarga berencana ini.
  Pengorbanan pastinya tidak harus dilakukan secara sepihak. Memberi adalah untuk memiliki. Di akhir abad ke 20, ancaman terhadap kemanusiaan hanya bisa dihindari dengan adanya solidaritas bersama. 




PERNYATAAN TENTANG
ISU-ISU GLOBAL 

Pendahuluan 
  Untuk pertama kalinya dalam sejarah masa kini, pemimpin agama dan politikus dari semua benua di dunia dan dari ke lima agama terbesar di dunia bertemu di Roma dalam rangka menghadiri undangan dari Dewan InterAction. Selama dua hari, peserta berpartisipasi dalam diskusi tentang perdamaian dunia, ekonomi global, dan bidang- bidang yang berhubungan dengan perkembangan kenegaraan, jumlah penduduk, dan lingkungan.
  Para pemimpin tersebut menyetujui bahwa umat manusia dihadapkan pada sejumlah krisis dalam sejarah kehidupannya, akan tetapi sampai saat ini belum ada suatu ukuran yang ditentukan dan di pakai dalam usaha penyelesaian masalahnya. Tidak akan ada masa depan bagi umat manusia, kecuali mereka segera menemukan pemecahan masalah yang efektif dan tepat guna menghadapi krisis yang menghadang. 
  Mereka selanjutnya setuju bahwa dalam menghadapi masalah- masalah tersebut, terdapat banyak bidang tantangan yang bisa diselesaikan secara bersama-sama oleh para pemimpin agama dan politik berdasarkan prinsip kebaktian terhadap nilai moral, perdamaian, dan kebaikan manusia. 
  Pertukaran pendapat sesi pertama berhasil menghimpun kesamaan pendapat yang signifikan akan persepsi, evaluasi terhadap bahaya yang dihadapi, dan kesadaran akan dibutuhkannya tindakan bersama berdasarkan kesamaan etika negara-negara di dunia. 
  Para pemimpin dunia yang bertemu di Roma menyetujui bahwa hubungan antarnegara tersebut harus terus menerus di jalin melalui pertemuan Dewan InterAction dan pertemuan dunia lainnya pada level global dan regional, yang melibatkan para pemimpin politik, intelektual, serta ilmu pengetahuan, yang didukung oleh media massa serta proses pengambilan keputusan politis. 
  Pada masa kini, perdamaian memiliki banyak arti sesungguhnya di mata dunia karena semenjak meletusnya Perang Dunia II, tidak pernah ada sehari pun terlewatkan tanpa adanya perang, konflik, kemiskinan, dan degradasi kehidupan manusia dan alam dalam skala besar. Kesamaan prinsip etika yang dilontarkan para peserta pertemuan mengarah pada satu kesimpulan bahwa perdamaian dunia yang murni hanya bisa di capai dengan dialog secara bertahap dan berkesinambungan serta pemahaman reseptif yang mencakup segala bidang kemasyarakatan serta hubungan internasional. 
  Oleh sebab itu, semua peserta mendukung usaha pelucutan atau pengurangan senjata di dunia. Amera Serikat dan Uni Soviet harus menghormati komitmen mereka untuk membatasi penggunaan senjata dalam melakukan tindakan strategis pada tingkat tertentu dan melanjutkan usaha penyelesaian konflik dengan negosiasi. Peraturan kenegaraan, seperti yang diterapkan oleh Republik Rakyat Cina (RRC) dan Argentina untuk memotong anggaran militer kenegaraan bisa dijadikan contoh usaha perkembangan perdamaian dunia. 
  Sumber ilmu pengetahuan dan teknik serta tenaga ahli yang sebelumnya di abdikan kepada kepentingan militer harus dialihkan kepada usaha untuk mengatasi masalah dunia yang mengancam kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia, sepeti halnya untuk usaha pengembangan sumber energi alternatif, sistem dan teknologi transportasi baru untuk menanggulangi efek perubahan iklim dunia. Bisa juga penelitian dialihkan kepada usaha untuk mengeksplorasi penipisan lapisan ozon; penanggulangan kepunahan spesies makhluk hidup di dunia; dan pengukuran untuk menanggulangi ancaman terhadap keragaman hayati dunia. 


Ekonomi Dunia
  Untuk alasan moral, politis, dan ekonomis, kemanusiaan harus berjuang untuk mencapai keseimbangan struktural ekonomi untuk menekan tingkat kemiskinan dunia yang berdampak buruk bagi sejumlah besar manusia di dunia. Perubahan hanya bisa diraih melalui dialog dan pengambilan keputusan yang berkesinambungan, yang diprediksi bisa mengangkat dan mendukung ketertarikan dalam menumbuhkan semangat bisnis manusia yang didukung oleh peraturan pemerintah dalam usaha pembangunan negara. 
  Krisis hutang dengan segala seluk beluk negatifnya harus diselesaikan sesegera mungkin. Kesulitan dalam pembayaran hutang sangat menyulitkan ekonomi suatu negara dan tidak ada satu pemerintahan pun yang bisa menegakkan harga dirinya dan bertanggung jawab secara moral kepada masyarakatnya apabila mereka masih terbelit hutang. Segala pihak yang terlibat harus berperan serta dalam usaha pelunasan hutang dan menghormati prinsip berbagi beban. 
  Program-program bantuan darurat adalah suatu program yang harus dicanangkan sebagai bagian dari usaha untuk memastikan kelangsungan hidup manusia dan masyarakat untuk bertahan dari kemiskinan. Usaha yang besar dibutuhkan untuk meningkatkan kesa- daran solidaritas global demi kelangsungan hidup manusia. 


Pembangunan - Jumlah Penduduk - Lingkungan
  Penekanan akan nilai moral sebuah keluarga di masa datang dan pengakuan akan tanggung jawab umum pria dan wanita sangat diperlukan dalam memecahkan isu populasi ini. Pertumbuhan penduduk yang tinggi terutama di negara-negara berkembang menghambat pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi biasanya memicu keterpurukan pembangunan, menambah laju pertumbuhan jumlah penduduk dan memacu pengikisan sistem pendukung kehidupan manusia. Peraturan kependudukan yang bertanggung jawab memerlukan proyeksi dan prediksi jumlah penduduk yang sistematis, yang peduli terhadap tren lingkungan dan ekonomi dengan memberikan perhatian khusus pada pola interaksi penduduk.
  Kesadaran akan pentingnya pendekatan beragam dari sisi agama terhadap peraturan dan metodologi program keluarga berencana membuat para pemimpin berpendapat bahwa tren masa kini mendukung tercapainya program keluarga berencana. Pengalaman positif yang dipaparkan oleh beberapa negara dan agama harus disebar luaskan. Penelitian ilmiah tentang keluarga berencana harus pula ditingkatkan. 


Peserta Pertemuan Konsultatif Dengan Para Pemuka Agama 

PESERTA IAC:

Takeo Fukuda

    • Mantan Perdana Menteri Jepang, Ketua Kehormatan Dewan InterAction dan Ketua Pertemuan Konsultatif di Roma

Helmut Scmidth

    • Mantan Duta Besar Republik Federal Jerman, Ketua Dewan InterAction

Jenoe Fock

    • Mantan Ketua Dewan Kementerian Republik Rakyat Hungaria

Malcolm Fraser

    • Mantan Perdana Menteri Australia

Olusegun Obasanjo

    • Mantan Pemimpin Pemerintahan Militer Federal Nigeria

Misael Pastrana Borrero

    • Mantan Presiden Kolombia 
    •  

Maria de Lourdes Pintasilgo

    • Mantan Perdana Menteri Portugal

Bradford Morse

    • Mantan Administrator UNDP, Anggota Kehormatan Dewan InterAction



PEMUKA AGAMA:

Dr. A.T. Ariyaratne

    • Agama Buddha, Pendiri dan Presiden Pergerakan Sarvodaya Shramadana, Sri Lanka.

Prof. K.H. Hasan Basri

    • Agama Islam, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia.

Rev. John B. Cobb

    • Metodis, Profesor Tamu di Harvard Divinity School, Amerika Serikat

Franz Cardinal Koenig

    • Agama Katolik Roma, Uskup Agung Emeritus dari Vienna, Mantan Presiden Sekretariat Pontifikal non-agamis, Austria.

Dr. Karan Singh

    • Agama Hindu, Pemimpin Virat Hindu Samaj, India.

Prof. Elio Toaff

    • Agama Yahudi, Kepala Rabbi di Roma dan Anggota Council Rabbi Italia, Anggota Komite Eksklusif dari Konferensi Rabbi Eropa.

Mr. Lester Brown

    • Ahli, Mewakili Komunitas Ilmiah, Presiden Worldwatch Institute.  

 





DALAM PENCARIAN STANDAR
ETIKA GLOBAL (1996)


Laporan tentang Kesimpulan dan
Rekomendasi oleh Sekelompok Ahli tentang


DALAM PENCARIAN STANDAR
ETIKA GLOBAL
 

22-24 Maret 1996, Vienna, Austria. 
 
 
Dipimpin oleh


Helmut Schmidt


Pendahuluan 
  Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia menuju abad ke- 21, dunia memasuki periode transformasi setidaknya sejelas dan sejauh seperti yang terjadi pada masa revolusi industri. Globalisasi ekonomi dunia sejalan dengan globalisasi permasalahan dunia, yaitu masalah populasi, lingkungan, pembangunan, pengangguran, keamanan, moral, dan kepunahan budaya. Umat manusia menyerukan keadilan dan arti hidup. 
  Perubahan fisik di dunia teknologi dan ilmu terapan telah jauh melangkahi kemampuan institusi-institusi kita untuk merespons kema- juan tersebut. Negara masih menjadi alat utama untuk menerjemahkan kemauan kolektif menjadi aksi nyata, namun di mana-mana konsep kedaulatan negara sendiri berada di bawah tekanan kepentingan lain. Mengulang kata-kata terkenal, disebutkan bahwa negara dari suatu bangsa bisa dipandang terlalu kecil untuk semua masalah yang ada dan terlalu besar untuk permasalahan regional saja. Kerja sama multi nasional mampu memanfaatkan kesempatan yang tidak pernah ada sebelumnya, seperti perkembangan perdagangan dunia dan penanaman modal, namun para pemimpin dunia sekarang dihadapkan pada pertanyaan sulit tentang tanggung jawab bersama dalam bidang yang tidak umum, seperti hak asasi manusia. Institusi keagamaan masih tetap berusaha memerintahkan kesetiaan beratus juta pengikutnya, tetapi kekuatan sekularisme dan konsumerisme bisa menguasai dunia lebih luas dan mendapat lebih banyak dukungan. Dunia juga disibukkan dengan aktifitas para pengikut agama yang ekstrem dan munculnya tindakan- tindakan kekerasan yang mengatas namakan agama. Penggunaan kata ‘fundamentalisme’ pada kasus di atas tidak sesuai karena orang yang beragama di mana saja di dunia percaya sedalam-dalamnya pada dasar keyakinannya. Sebagian besar orang yang taat beragama menentang tindak kekerasan dan percaya bahwa kekuatan bersenjata tidak boleh digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Dunia sedang bergejolak. Akan ke manakah nasib kita dibawa? 


Rekomendasi Nyata 
  Untuk mendukung penyebaran norma etis, Dewan InterAction menyadari bahwa negara yang berdaulat masih merupakan kunci perubahan utama. Dengan pengetahuan bahwa negara berdaulat adalah target operasi utama, kita juga harus memperhatikan peran media massa elektronik dan organisasi-organisasi antar-negara lainnya yang semakin berkembang dan mendapatkan kekuatan di kancah global. 
  Guna memastikan tingkat keberhasilan yang signifikan dalam mempromosikan etika global, sangat penting untuk agama-agama di dunia dengan segala bentuk dan sistem kepercayaan yang berbeda beserta pengaruh yang dipunyai wilayah kenegaraannya, untuk bekerja sama secara berkesinambungan demi membujuk negara yang berdaulat beserta institusi mereka guna membantu mewujudkan cita-cita tercapainya masyarakat yang beretika global. Setidaknya ada dua fungsi utama yang di dapat; di satu sisi, usaha kerja sama ini akan menunjukkan bahwa agama-agama yang berbeda bisa bertemu dengan pikiran yang terbuka untuk mencapai suatu kesepakatan tentang urgensi masalah yang dihadapi manusia pada saat ini, dan kesadaran akan peran standar etika dan norma yang dibutuhkan untuk memerangi krisis kemanusiaan dunia. Di sisi lain, fakta yang menunjukkan bahwa agama-agama di dunia bisa bekerja sama untuk mendukung standar etika global akan memudahkan tugas penyebaran norma ke seluruh penjuru dunia. 
  Pertemuan para pemuka agama dunia bisa memudahkan alasan pembentukan etika global. Pertemuan semacam ini bisa men- dorong negara-negara yang berdaulat dan pemimpin-pemimpin mereka, institusi-institusi pendidikan, media massa (TV, video, dan sebagainya), serta institusi keagamaan dalam negara tersebut untuk segera mengadopsi dan mempromosikan dengan berbagai cara tentang penerapan etika global. Harus ditekankan bahwa pertemuan semacam ini wajib mengikutsertakan para pemuka agama, dan harus pula mengikut sertakan perempuan. Organisasi keagamaan global yang ada bisa memfasilitasi pertemuan-pertemuan yang dimaksud di atas. 
  Rekomendasi dari kelompok ini harus diarahkan secara langsung pada para pemimpin yang memegang kekuasaan dalam mengambil keputusan, yaitu mereka yang menduduki kursi pemerintahan, pen- didikan, media masa, organisasi non-profit, dan organisasi keaga- maan di suatu negara yang berdaulat. Hal ini berhubungan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap usaha propagasi dan penanaman standar etika dan norma global yang terdapat dalam reko- mendasi dan juga informasi mendasar lainnya yang terkait dengan masalah keagamaan dunia. 
  Jika para pemuka agama di dunia menerima undangan dari Dewan InterAction untuk bertemu, dunia akan menyambut diskusi mereka tentang rencana aksi nyata untuk mempromosikan penyebaran etika global. Walaupun belum secara eksklusif dibahas, elemen rencana penyebaran etika global ini bisa meliputi: 

    • ・Pengumpulan kode etik umum yang nantinya bisa dirangkum dalam bentuk booklet dan disebarkan di seluruh penjuru dunia.
    • ・Sebagai tambahan dari kode etik umum di atas, kode etik spesifik harus dibuat dan disebarkan untuk bidang-bidang profesi, bisnis, partai politik, media massa, dan untuk kepentingan kritis yang lain. Kode etik ini akan berpengaruh terhadap disiplin dan pengaturan diri sendiri.
    • ・Pemberian saran kepada para pemimpin dunia bahwasanya pada tahun 1998, pada hari peringatan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ke 50, PBB seharusnya menyelenggarakan sebuah konferensi untuk membuat suatu Deklarasi tentang Kewajiban Manusia sebagai pelengkap deklarasi sebelumnya yang membahas tentang hak-hak saja.
    • ・Pengembangan kurikulum pendidikan global yang meliputi keikut- sertaan agama-agama di dunia dan para ahli filosofi. Kurikulum seperti ini harus diadakan pada setiap institusi pendidikan dan bisa terjangkau oleh teknologi komunikasi terbaru seperti internet, televisi pendidikan, video-video, radio, dan sebaginya.
    • ・Untuk memperluas pemahaman dan untuk menggabungkan sumber daya intelektual yang berguna bagi pembangunan seperti halnya kurikulum pendidikan, PBB harus mempertimbangkan pembentukan sebuah ‘World Interfaith Academy’ (Akademi antar-Agama Sedunia) sebagai bagian dari badan PBB yang bisa menyatukan para ahli pendidikan, pelajar dan pemimpin dari agama-agama sedunia. 

Kebutuhan akan Standar Etika Global 
  Sebagaimana yang diajarkan Aristotle, manusia adalah makhluk sosial. Hal ini dikarenakan manusia harus hidup bermasyarakat— berinteraksi antara satu dengan yang lainnya secara harmoni. Oleh karena itu, manusia membutuhkan adanya aturan dan batasan-batasan dalam hidup. Etika adalah standar minimal yang membuat kehidupan kolektif antarsatu manusia dengan manusia yang lain dapat berjalan berdampingan. Tanpa adanya etika dan pengendalian diri sebagai hasil dari etika itu, umat manusia akan kembali ke hutan selayaknya kehidupan binatang. Di kehidupan dunia dengan perubahan hidup manusia yang tak dapat diprediksi, kebutuhan akan sebuah standar etika sebagai landasan hidup bagi umat manusia sangatlah vital. 
  Agama-agama yang ada di dunia merupakan salah satu aspek yang mampu menciptakan tradisi yang baik tentang kebijaksanaan bagi umat manusia. Sebagai muara ajaran tentang kebijaksanaan, agama yang sudah melegenda dalam sejarah asal-muasalnya, saat ini tidak lagi dirasa dibutuhkan. Etika harus mendahului politik dan hukum karena tindakan politik sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai dan pilihan. Oleh karena itu, etika harus bisa menginspirasi dan mengarahkan kepemimpinan politik yang kita miliki. Pendidikan sebagai salah satu cara terbaik bisa membuka potensi manusia ke arah toleransi dan pemahaman yang mendalam. Tanpa adanya etika dan pengajaran mengenai mana yang salah dan mana yang benar, sekolah-sekolah kita hanya akan menjadi perusahaan pencetak tenaga kerja yang akan usang dalam waktu singkat. Komunikasi massa adalah salah satu media yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran dan perilaku umat manusia, tapi tindak kekerasan, degradasi dan sikap meremehkan dari mayoritas media yang ada lebih banyak mengotori jiwa atau spirit manusia daripada membersihkan atau meninggikannya.  
  Untuk menanggapi perubahan dunia ini, setiap institusi kita perlu kiranya untuk menghidupkan kembali norma-norma etika yang ada. Kita bisa menemukan sumber mengenai hal ini di dalam tradisi etika dan agama yang ada di dunia. Etika dan agama ini memiliki sumber- sumber spiritual untuk memberikan satu etika yang mengarahkan pada sebuah solusi dari ketegangan yang lazim terjadi antaragama, etnik, negara, ekonomi dan sosial. Agama-agama di dunia memang memiliki perbedaan dalam hal doktrin yang ditanamkan, tetapi semua agama umumnya mengarahkan pada etika umum dari standar mendasar yang baik. Apa yang menyatukan agama di dunia jauh lebih besar daripada apa yang memisahkannya. Semua agama menganjurkan pengendalian diri, kewajiban, tanggung jawab dan saling berbagi. Kesemuanya mengedepankan kebaikan serta kerendahan hati, rasa mengasihi dan keadilan. Masing-masing menilai jaringan kehidupan dan membedakan pola yang memberikan makna ke seluruh aspek kehidupan dengan caranya masing-masing. Untuk mengatasi masalah-masalah global, kita harus memulainya dengan sebuah etika dasar umum. 

Inti dari Etika Global 
  Umat manusia sekarang ini memiliki sumber perekonomian, budaya, dan spiritual yang memadai untuk dapat membentuk dan memperkenalkan tatanan global yang lebih baik, akan tetapi ketegangan yang sering terjadi antara etnik lama dan etnik yang baru, ketegangan nasional, sosial, ekonomi dan agama dapat mengancam kedamaian pembangunan dunia yang lebih baik ini. Dalam situasi global yang dramatis ini, umat manusia memerlukan sebuah visi yang sama untuk menciptakan kehidupan manusia yang damai dan sejahtera secara bersama-sama, visi terhadap etnik serta kelompok etnik dan terhadap agama sebagai tanggung jawab bersama untuk melindungi bumi, sebuah visi yang berdasarkan pada harapan, tujuan, teladan, dan norma. Oleh sebab itu, kita patut untuk turut berbahagia dan mendukung penuh gebrakan Parlemen Agama-Agama Dunia yang dibentuk di Chicago tahun 1993 yang memproklamirkan sebuah Deklarasi ke arah Etika Global yang kita dukung secara prinsipil. 
  Telah ada kemajuan yang cukup signifikan untuk memperkuat hak asasi manusia dalam hukum internasional dan keadilan yang diawali oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang kemudian diperkuat oleh dua Perjanjian Hak Asasi Manusia tentang hak-hak sipil dan politik serta hak-hak sosial, budaya dan ekonomi, dan diuraikan oleh Deklarasi Wina tentang HAM dan Program Aksi. Apa yang diproklamirkan oleh PBB pada tingkatan hak-hak, Deklarasi Chicago menegaskan dan mendalami dari sudut pandang kewajiban: Perwujudan penuh atas kehormatan hakiki dari diri manusia, kebebasan mutlak dan kesetaraan secara prinsipil semua manusia antarsatu dengan yang lain, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Kami juga meyakini bahwa tatanan global yang lebih baik tidak dapat dibuat atau diberlakukan oleh hukum, undang-undang, dan persetujuan; tindakan dalam mendukung hak dan kebebasan menuntut kesadaran akan tanggung jawab dan tugas, dan oleh karena itu pikiran dan hati perempuan dan laki-laki harus mampu dikendalikan; bahwa hak tanpa kewajiban tidak bisa bertahan lama, dan bahwa tidak akan ada tatanan global yang lebih baik tanpa adanya etika global. 
  Adanya etika global bukanlah dijadikan sebagai pengganti Taurat, Injil, Al-Qur’an, Bhagavad-Gita, dan Khotbah Buddha atau Ajaran Konfusius maupun ajaran yang lain. Sebuah etika global menyediakan kebutuhan minimal yang diperlukan dari nilai-nilai umum, standar dan sikap dasar. 
  Dengan kata lain: konsensus dasar minimal yang berkaitan dengan nilai-nilai yang mengikat, standar yang sudah baku dan sikap moral yang dapat diterima oleh semua agama dengan mengesampingkan perbedaan dogmatis dan juga dapat didukung oleh kaum yang tidak menganut agama. 
  Sebagai penguatan terhadap Deklarasi Chicago, yang merupakan gebrakan yang pertama kali terjadi sepanjang sejarah agama-agama yang merumuskan konsensus dasar minimal ini, kami merekomendasikan dua prinsip yang sangat penting bagi setiap etika individu, sosial, dan politik: 
 

  1. Setiap manusia harus diperlakukan secara manusiawi.

  2. Lakukanlah kepada orang lain seperti apa yang kamu ingin orang lain melakukannya untukmu. Ini sama halnya seperti yang sudah tersirat di dalam semua tradisi agama-agama yang baik. 

Berdasarkan kedua prinsip di atas, ada empat komitmen yang harus dipegang teguh di mana semua agama memiliki pandangan yang sama dan yang kita dukung secara penuh: 

  • ・Komitmen terhadap budaya tanpa kekerasan dan menghargai kehidupan,

  • ・Komitmen terhadap budaya yang solid dan tatanan ekonomi yang adil,

  • ・Komitmen terhadap budaya yang toleran dan kehidupan yang sesungguhnya,

  • ・Komitmen terhadap budaya yang memiliki hak yang sama dan menjunjung kesetaraan gender antarlaki-laki dan perempuan 

Sadar akan pendekatan yang berbeda dari agama-agama terhadap kebijakan dan metode perencanaan keluarga, disepakati bahwa tren populasi ini membuat perencanaan keluarga yang efektif tak terelakkan. Pengalaman positif beberapa negara dan agama harus dibagi dan penelitian ilmiah dalam keluarga berencana harus dipercepat.
  Pendidikan, di semua tingkatan, memiliki peran penting untuk menanamkan nilai-nilai etika global dalam benak generasi muda. Dari sekolah dasar hingga tingkat universitas, kurikulum dan silabus harus direstrukturisasi untuk memasukkan nilai-nilai umum global dan untuk mempromosikan pemahaman agama yang lain bukan hanya milik agama tertentu. Program pendidikan harus menanamkan nilai-nilai seperti”toleransi afirmatif” dan bahan kurikulum harus disesuaikan pula. Perkembangan aspirasi pemuda harus menjadi penekanan utama. UNESCO dan universitas PBB dan badan-badan internasional lainnya harus bekerja sama untuk mencapai tujuan ini. Media elektronik juga harus dilibatkan. 
  Kami mencatat proses partisipatif yang sedang berlangsung, yang diprakarsai oleh Earth Council dan Green Cross International untuk mengembangkan piagam bumi. Kami menyambut dengan baik inisiatif ini sebagai contoh dari upaya untuk melibatkan agama-agama dunia dan kelompok-kelompok lain dalam mendefinisikan perubahan mendasar dalam nilai-nilai, perilaku dan sikap dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil, yang dibutuhkan untuk pergeseran serta perubahan yang lebih baik ke arah perkembangan berkelanjutan.
  Karena menghormati kehidupan adalah komitmen inti dari etika ini, mencegah terjadinya perang dan kekerasan harus menjadi prioritas dunia yang paling utama. Dua masalah berikut perlu menerima perhatian dengan segera: beredarnya perdagangan senjata kecil, senjata semi-otomatis yang mudah didapat harus diatasi dan mudahnya ketersediaan senjata tersebut harus ditekan dan dikurangi. Dan seperti senjata kecil, ranjau darat telah menghancurkan nilai kehidupan dari orang-orang yang tidak bersalah. Masalah seperti ini sudah sangat memprihatinkan di Kamboja, Yugoslavia, Afrika dan Afghanistan. Penghapusan sistematis dan pembongkaran ranjau darat merupakan kebutuhan mendesak. 


DAFTAR PESERTA

Anggota Dewan InterAction

    • Helmut Schmidt, Pimpinan
    • Andries van Agt
      Pierre Elliot Trudeau
      Miguel de la Madrid Hurtado 


Para Ahli
Mugram Al-Gamdhi, Dekan, The King Fahad Academy, London
Michico Araki, Profesor, Universitas Tsukuba
Shanti Aram, Presiden, Shanti Asrham Coimbatore, India Thomas
  Axworthy, Direktur Eksekutif, CRB Foundation
Abdolijavad Falaturi, Direktur, Akademi Ilmu Pengetahuan Islam, dan
  Profesor, Universitas Cologne
Ananda Grero, mantan Hakim Court of Appeal, Sri Lanka
Kim Kyong-Dong, Profesor, Seoul National University
Cardinal Dr. Franz Konig, Wina Austria
Hans Kung, Profesor, Universitas Tubingen

Peter Landesmann, Profesor, Universitas Wina
Liu Xiao-feng, Direktur Akademi, Institut Studi Sino-Christian, Hong 
Kong
L.M. Singhvi, Komisaris Tinggi India, London
Majorie Suchocki, Dekan, School of Theology Claremont, USA

Shizue Yamaguchi, mantan Anggota Parlemen, Jepang (Pengamat) 

Jurnalis
Flora Lewis, Herald Tribune Internasional 




DEKLARASI UNIVERSAL
TENTANG TANGGUNG JAWAB
MANUSIA (1997)



DRAF DEKLARASI UNIVERSAL
TENTANG TANGGUNG JAWAB
MANUSIA
 
 
Diajukan oleh


Dewan InterAction
 


1 September 1997

Pengantar 

  Ini saatnya Membahas tentang Tanggung Jawab Manusia 
  Globalisasi dalam dunia ekonomi sebanding dengan masalah- masalah global, dan masalah global menuntut solusi-solusi global yang didasari oleh gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan norma-norma yang dianut oleh semua budaya dan masyarakat. Pengakuan hak-hak yang sama dan baku dari semua orang memerlukan landasan kebebasan, keadilan dan perdamaian tetapi ini juga menuntut hak dan tanggung jawab untuk diberikan prioritas yang sama dalam upaya membangun etika dasar sehingga semua pria dan wanita dapat hidup damai bersama- sama dan memenuhi potensi mereka. Sebuah tatanan sosial yang lebih baik secara nasional maupun internasional tidak dapat dicapai oleh hukum, undang-undang,dan konvensi saja, tetapi membutuhkan etika global. Aspirasi manusia untuk kemajuan hanya bisa disadari oleh nilai- nilai dan standar yang disepakati serta diaplikasikan bagi semua orang dan institusi sepanjang waktu. 
  Tahun depan akan dirayakan ulang tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ke 50 yang akan diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perayaan ini menjadi momentum yang penting dan berharga untuk mengangkat dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia untuk dapat melengkapi dan menguatkan Deklarasi Hak Asasi Manusia yang akan mampu membawa dan menciptakan dunia yang lebih baik. 
  Draf tentang tanggung jawab manusia berikut ini berusaha mengangkat isu kebebasan dan tanggung jawab untuk menjadi seim- bang dan mempromosikan sebuah perubahan dari kebebasan tanpa kepedulian menjadi kebebasan dengan rasa ikut memiliki. Jika satu orang atau pemerintah berusaha untuk memaksimalkan kebebasan mereka dengan menjarah sumber daya alam di bumi, maka generasi mendatangkan menderita. 
  Inisiatif untuk menyusun Deklarasi Universal tentang Tang- gung Jawab Manusia bukan hanya menjadi sebuah cara untuk menye- imbangkan kebebasan dengan tanggung jawab, tetapi juga sebagai sarana mendamaikan ideologi, keyakinan, dan pandangan politik yang dianggap antagonistik di masa lalu. 
  Deklarasi yang diusulkan menunjukkan bahwa desakan eksklusif pada hak asasi dapat menyebabkan perselisihan dan konflik yang tak ada habisnya, bahwa kelompok-kelompok agama dalam menekan kebebasan mereka sendiri berkewajiban untuk menghormati kebebasan orang lain. Dasar pemikiran yang digunakan seharusnya tidak hanya berfokus pada kemungkinan terbesar dari kebebasan itu, tetapi juga untuk mengembangkan rasa penuh tanggung jawab yang akan me- mungkinkan kebebasan itu berkembang. 
  Dewan InterAction telah bekerja untuk menyusun serangkaian standar etika manusia sejak tahun 1987. Namun pekerjaannya didasarkan pada kebijaksanaan pemimpin agama dan orang bijak yang masih di bawah umur yang telah memperingatkan bahwa kebebasan tanpa tanggung jawab dapat merusak kebebasan itu sendiri; sedangkan bila hak dan tanggung jawab tersebut seimbang, maka kebebasan dapat ditingkatkan dan dunia yang lebih baik bisa diciptakan.
  DewanInterAction menghargai rancangan deklarasi berikut dengan pemeriksaandan dukungan dari anda. 



DRAF DEKLARASI UNIVERSAL
TENTANG TANGGUNG JAWAB
MANUSIA
 
 
Diajukan oleh


Dewan InterAction 


Mukadimah 
  Mengingat pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan baku dari semua anggota keluarga manusia merupakan landasan dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia dan menyiratkan kewajiban atau tanggung jawab. 
  Mengingat desakan eksklusif pada hak asasi dapat mengakibatkan konflik, perpecahan, dan sengketa tak berujung, dan mengabaikan tanggung jawab manusia dapat menyebabkan pelanggaran hukum dan kekacauan, 
  Mengingat aturan hukum dan promosi terhadap hak asai manusia bergantung pada kesiapan lelaki dan perempuan untuk bersikap adil,
  Mengingat karena masalah global menuntut solusi yang global pula yang hanya bisa didapatkan melalui gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan norma-norma yang diterima dan dihormati oleh semua budaya dan masyarakat, 
  Mengingat semua manusia, dengan kemampuan dan pengetahuan terbaik yang mereka miliki, memiliki tanggung jawab untuk membantu menciptakan tatanan sosial yang lebih baik, baik di lingkungan tempat tinggal maupun secara global, sebuah tujuan yang tidak bisa diraih melalui hukum, undang-undang, dan adat istiadat, 
  Mengingat aspirasi manusia demi terciptanya kemajuan dan perkembangan hanya bisa direalisasikan dengan adanya nilai-nilai dan standar yang disepakati kemudian menerapkannya kepada semua orang dan institusi secara bersamaan, 

Dengan demikian,


Majelis Umum 
 

Memproklamirkan Deklarasi Universal tentang Tanggung Jawab Manusia sebagai sebuah standar umum bagi semua orang dan semua negara, yang berujung bahwa setiap individu dan setiap lapisan masyarakat harus mengingat dan menjunjung tinggi deklarasi ini, harus berkontribusi terhadap perkembangan kelompok masyarakat dan terhadap pemberian pencerahan bagi setiap anggotanya. Kami masyarakat dunia dengan demikian memperbaharui dan memperkuat ikatan yang telah dicanangkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia: yaitu, penerimaan penuh terhadap martabat semua orang; kebebasan mutlak mereka dan kesetaraan, dan solidaritas mereka antarsatu dengan yang lain. Kesadaran dan penerimaan tanggung jawab ini harus diajarkan dan dipromosikan di seluruh dunia. 

Prinsip Fundamental terhadap Umat Manusia


Pasal 1 

Setiap orang, tanpa memandang jenis kelamin, suku/etnis, status sosial, pendapat politik, bahasa, usia, kebangsaan, atau agama, bertanggung jawab untuk memperlakukan semua manusia secara manusiawi.  

Pasal 2

Semua manusia tidak diperbolehkan untuk mendukung segala bentuk tindakan yang tidak manusiawi, sebaliknya semua manusia memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan dan menghargai harkat dan
martabat serta penghargaan diri orang lain.

Pasal 3

Semua orang, kelompok, organisasi, negara, tentara atau polisi dilarang memihak pada kebaikan dan keburukan menurut mereka; semuanya harus mengacu pada standar etika. Setiap orang bertanggung jawab untuk mengedepankan kebaikan dan mencegah keburukan dalam semua hal.

Pasal 4

Semua orang yang dibekali nalar dan hati nurani, harus menerima sebuah tanggung jawab bagi sesama, bagi keluarga, masyarakat, suku, negara dan agama dengan semangat solidaritas yang tinggi. Jangan melakukan sesuatu kepada orang lain apa yang kita sendiri tidak ingin orang lain melakukannya kepada diri kita. 

Tindakan non Kekerasan dan Menghormati Hidup

Pasal 5

Setiap orang bertanggung jawab untuk menghargai dan menghormati hidup. Tidak seorang pun yang berhak untuk melukai, menyiksa, atau membunuh orang lain. Hal ini tidak mengesampingkan hak atas pembelaan diri, secara individu maupun kelompok masyarakat.

Pasal 6

Perselisihan antara negara, kelompok maupun individu seharusnya dapat diatasi tanpa kekerasan. Seharusnya tidak ada pemerintah yang mentolelir dan turut mendukung tindakan terorisme yang berakibat pada permusuhan, tindakan pelecehan pada wanita, anak-anak dan tindakan lain yang serupa yang bisa menjadi pemicu munculnya peperangan. Setiap warganegara dan pejabat atau pegawai negeri sipil ikut bertanggung jawab untuk bersikap dan bertindak dengan cara yang lembut tanpa unsur kekerasan sedikit pun. 

Pasal 7

Setiap diri manusia sangatlah berharga dan harus dilindungi sepenuhnya. Binatang dan lingkungan alam juga menuntut perlindungan. Semua orang memiliki tanggung jawab untuk melindungi udara, air dan tanah bumi ini demi manusia di masa sekarang dan generasi masa depan.

Keadilan dan Solidaritas 

Pasal 8

Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk berperilaku dengan penuh integritas, penuh kejujuran dan keadilan. Seorang atau kelompok dilarang merampok atau dengan seenaknya merampas harta benda orang/kelompok lain.

Pasal 9

Semua orang yang diberikan wewenang yang mereka perlukan, memiliki tanggung jawab dalam melakukan upaya yang serius untuk mengatasi kemiskinan, kekurangan gizi, kebodohan, dan ketidakadilan. Mereka harus mendukung serta mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia untuk dapat menjamin martabat, kebebasan, keamanan, dan keadilan bagi semua orang.

Pasal 10

Semua orang memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan bakat mereka dengan usaha dan kerja keras yang tekun; mereka harus memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dan pekerjaan yang bermakna. Setiap orang harus memberikan dukungan dan membantu orang yang membutuhkan, yang kurang beruntung, orang yang cacat, dan orang yang menjadi korban diskriminasi.

Pasal 11

Semua harta dan kekayaan harus digunakan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan keadilan dan untuk memajukan seluruh umat manusia. Kekuatan ekonomi dan politik seharusnya tidak jadikan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan semata, tetapi juga untuk melayani dan memperjuangkan keadilan ekonomi dan ketertiban sosial. 

Kejujuran dan Toleransi

Pasal 12

Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk berkata dan bertindak jujur. Tak seorang pun, walaupun dia orang yang hebat atau perkasa yang boleh berkata dusta. Hak atas privasi dan kerahasiaan pribadi maupun profesional harus dihormati. Tak seorang pun diharuskan untuk setiap waktu mengungkapkan semua kebenaran kepada semua orang.

Pasal 13

Tidak ada politisi, pegawai pemerintah, pemimpin bisnis, ilmuwan, penulis atau seniman terbebas dari standar etika umum, tidak pula dokter, pengacara dan profesional yang lain yang memiliki tugas khusus untuk klien .Para profesional dan kode etik lainnya harus mencerminkan prioritas standar umum seperti kejujuran dan keadilan.

Pasal 14

Kebebasan media untuk menginformasikan kepada publik dan menyam- paikan kritik kepada institusi masyarakat dan tindakan pemerintah yang sangat penting dalam menciptakan masyarakat berkeadilan harus digunakan dengan penuh tanggung jawab dan kebijaksanaan. Kebebasan media membawa tanggung jawab yang khusus untuk menyampaikan laporan atau berita yang akurat dan tepercaya. Berita sensasional yang dapat menurunkan harkat dan martabat setiap orang harus mampu dicegah.

Pasal 15

Meskipun kebebasan beragama bagi setiap orang harus terjamin, pemuka-pemuka agama memiliki tanggung jawab khusus untuk menghindari ekspresi kecurigaan dan tindakan diskriminasi terhadap orang-orang dari keyakinan yang berbeda. Mereka seharusnya tidak menghasut atau membenarkan rasa benci, fanatisme dan perang agama, tetapi harus menumbuhkan toleransi dan saling menghormati antara semua orang. 

Rasa Hormat Saling dan Kerjasama 

Pasal 16

Semua manusia baik laki-laki dan perempuan memiliki sebuah tanggung jawab untuk menunjukkan rasa hormat antar satu dengan yang lain dan memahami kebersamaan mereka. Tidak ada yang harus menundukkan orang lain untuk tujuan eksploitasi seksual atau ketergantungan. Sebaliknya, pasangan seksual harus menerima tanggung jawab yang saling peduli demi kesejahteraan satu sama lain.

Pasal 17

Di semua ragam budaya dan agama, pernikahan mengharuskan adanya cinta, kesetiaan dan rasa saling memaafkan dan harus mampu memun- culkan rasa aman dan saling mendukung bagi pasangan pernikahan tersebut.

Pasal 18

Perencanaan keluarga yang bijaksana merupakan tanggung jawab setiap pasangan. Hubungan antara orang tua dan anak harus mencerminkan rasa cinta, saling menghormati, mengapresiasi dan memunculkan per-hatian yang lebih. Tidak diperbolehkan adanya segala bentuk perlakuan yang tidak layak, eksploitasi atau penganiayaan terhadap anak.

Kesimpulan 

 

Pasal 19

Tidak ada dalam Deklarasi ini yang dapat ditafsirkan adanya perhatian khusus secara tersirat bagi negara manapun, juga kelompok atau perorangan untuk melakukan kegiatan atau untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk merusak tanggung jawab, hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini dan di Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948. 




DEKLARASI UNIVERSAL
TERHADAP TANGGUNG JAWAB
MANUSIA


Laporan mengenai beberapa kesimpulan
dan saran oleh sebuah pertemuan bagi
kelompok ahli tingkat tinggi



Diketuai oleh


Helmut Schmidt



20-22 April 1997

SAATNYA berbicara mengenai tanggung jawab manusia Seruan oleh Dewan InterAction untuk Deklarasi Universal mengenai Tanggung Jawab Manusia muncul di saat yang tepat.Meskipun secara tradisional kita telah membicarakan tentang hak asasi manusia sejak lama, dan memang dunia telah melewati perjalanan yang panjang dalam pengakuan internasional dan perlindungannya sejak diselenggarakannya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 1948, sekarang adalah waktu yang tepat untuk memprakarsai suatu pencarian yang sama tentang pentingnya untuk penerimaan tugas atau kewajiban manusia. Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab diperlukannya penekanan atas kewajiban manusia. Tentu saja, gagasan ini merupakan hal yang baru bagi sebagian wilayah di dunia; banyak masyarakat secara tradisional telah memahami hubungan antarmanusia dalam hal kewajiban daripada hak. Hal ini memang benar, secara umum, misalnya, bagi banyak pandangan atau pemikiran oleh orang-orang di bagian timur. Sementara secara tradisional di bagian barat, setidaknya sejak abad ke-17 sebagai abad pencerahan, konsep kebebasan dan individualitas telah ditekankan, di bagian timur, gagasan mengenai tanggung jawab dan komunitas telah diberlakukan. Fakta bahwa Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia telah dirancang, bukan Deklarasi Universal mengenai tugas manusia, secara pasti mencerminkan latar belakang filosofis dan budaya dari perancang dokumen yang dikenal mewakili kekuatan Barat yang menang dalam Perang Dunia Kedua. 

  Konsep tentang kewajiban manusia juga berfungsi untuk menyeim- bangkan gagasan tentang kebebasan dan tanggung jawab; di satu sisi hak asasi lebih berkaitan dengan kebebasan, di sisi lain,kewajiban berkaitan dengan tanggung jawab yang saling ketergantungan. Tanggung jawab, sebagai kualitas moral, berfungsi sebagai kontrol informal atas kebebasan. Dalam lingkungan masyarakat manapun, kebebasan tidak pernah dapat dilakukan tanpa batasan. Dengan demikian,semakin banyak kebebasan yang kita nikmati, semakin besar pula tanggung jawab yang kita pikul, baik terhadap orang lain maupun terhadap diri kita sendiri. Semakin banyak bakat yang kita miliki, semakin besar tanggung jawab kita untuk mengembangkan bakat-bakat tersebut sampai pada kapasitas yang sepenuhnya. Kita harus berpindah dari perubahan dari kebebasan tanpa kepedulian menjadi kebebasan dengan rasa ikut memiliki

  Sebaliknya juga benar: di saat mengembangkan rasa tanggung jawab, kita juga meningkatkan kebebasan internal dalam diri kita dengan memperkuat karakter moral kita. Ketika kebebasan menyajikan kita dengan kemungkinan yang berbeda untuk bertindak, termasuk pilihan untuk melakukan yang benar atau yang salah, karakter moral yang bertanggung jawab akan menjamin bahwa yang pertama akan menang. 

  Sayangnya, hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab ini tidak selamanya dipahami dengan baik. Beberapa ideologi telah menempatkan kepentingan yang lebih besar pada konsep kebebasan individu, sementara yang lain memusatkan perhatian pada komitmen yang tidak perlu dipertanyakan lagi kepada kelompok masyarakat. 
  Tanpa keseimbangan yang baik dan tepat, kebebasan tak terbatas ini sama berbahayanya dengan tanggung jawab sosial yang dibebankan. Ketidakadilan sosial yang besar dihasilkan dari kebebasan ekonomi yang ekstrem dan keserakahan kapitalis,sementara pada saat yang sama, penindasan secara kejam terhadap kebebasan dasar masyarakat telah dibenarkan atas nama kepentingan masyarakat atau cita-cita komunis.
  Kedua tindakan ekstrem di atas sama-sama tidak dikehendaki. Pada saat ini, dengan hilangnya konflik Timur-Barat dan berakhirnya Perang Dingin, manusia terlihat akan mendekati keseimbangan yang diinginkan antara kebebasan dan tanggung jawab. Kita telah memperjuangkan hak dan kebebasan. Sekarang saatnya untuk membantu perkembangan tanggung jawab dan kewajiban manusia.
  Dewan InterAction meyakini bahwa globalisasi dunia ekonomi sebanding dengan globalisasi terhadap permasalahan dunia. Karena saling ketergantungan global menuntut bahwa kita harus hidup secara harmonis antar satu dengan yang lain, umat manusia memerlukan adanya aturan dan batasan dalam hidup. Etika adalah standar minimum yang membuat kehidupan yang kolektif menjadi mungkin untuk saling berjalan berdampingan. Tanpa etika dan pengendalian diri sebagai hasil dari etika tersebut, umat manusia akan kembali pada kelangsungan hidup yang sejati. Dunia ini membutuhkan basis etika yang dijadikan sebagai pedoman hidup. 
  Menyadari akan kebutuhan ini, Dewan InterAction memulai pencarian untuk menciptakan standar etika yang universal dengan melakukan pertemuan kepada para pemimpin agama/spiritual dan tokoh politik pada bulan Maret 1987diLaCiviltaCattolicadi Roma, Italia. Inisiatif ini diambil oleh Takeo Fukuda, mantan Perdana Menteri Jepang yang mendirikan Dewan InterAction pada tahun 1983. Sekali lagi pada tahun 1996, Dewan meminta laporan dari kelompok ahli tingkat tinggi tentang masalah standar etika global. Dewan, pada Rapat Paripurna Vancouver di bulan Mei 1996, menyambut baik laporan kelompok ini, yang terdiri dari tokoh-tokoh agama yang berasal dari beberapa agama dan para pakar yang diambil dari seluruh dunia. Hasil temuan laporan “Pencaharian Standar Etika Global” ini menunjukkan bahwa agama dunia memiliki banyak kesamaan dan Dewan mengesahkan rekomendasi yang mana pada tahun 1998, saat peringatan 50 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, PBB harus mengadakan konferensi untuk mempertimbangkan Deklarasi Kewajiban Manusia untuk melengkapi dan mendukung usaha-usaha penting sebelumnya yang juga berkaitan dengan hak asasi”. 

  Inisiatif untuk menyusun Deklarasi Universal mengenai Tanggung Jawab Manusia bukan hanya suatu cara untuk menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab, tetapi juga sebagai sarana untuk mendamaikan ideologi dan pandangan politik yang dianggap antagonis di masa lalu. Dasar pemikiran ini, selanjutnya, seharusnya tidak hanya mendukung bahwa manusia sepantasnya mendapatkan sejumlah kebebasan, tetapi juga harus mengembangkan rasa tanggung jawab secara penuh untuk dapat mengelola kebebasan mereka dengan baik dan benar. 
  Ini memang merupakan sebuah gagasan baru. Sepanjang tahun pada masa kehidupan para nabi, orang suci dan orang bijak telah memohon dengan sungguh-sungguh kepada manusia, agar mereka mau mengambil dan menjalankan tanggung jawabnya secara serius. Pada abad kita, misalnya, Mahatma Gandhi pernah berkhotbah menyam- paikan gagasannya bahwa setidaknya ada tujuh dosa sosial, yaitu;

  1. Politik tanpa asas/dasar

  2. Perdagangan/perniagaan tanpa moralitas

  3. Kekayaan dan kesejahteraan tanpa bekerja

  4. Pendidikan tanpa karakter

  5. Ilmu pengetahuan tanpa humanitas/perikemanusiaan

  6. Kesenangan tanpa hati nurani

  7. Ibadah tanpa pengorbanan 

Bagaimanapun, globalisasi telah memberikan urgensi baru pada ajaran Gandhi dan para pemimpin etika lainnya. Tindak Kekerasan di layar televisi kita sekarang disebarkan oleh satelit ke seluruh planet. Spekulasi di pasar keuangan yang jauh dapat merusak/menghancurkan masyarakat lokal. Pengaruh konglomerat swasta sekarang sudah mendekati kekuatan pemerintah dan tidak seperti politisi yang telah terpilih, tidak ada akuntabilitas untuk kekuatan pribadi kecuali hanya sebagai rasa tanggung jawab pribadi mereka sendiri. Sepanjang sejarah, belum pernah dunia begitu membutuhkan adanya deklarasi terhadap tanggung jawab manusia lebih dari ini. 

Dari Hak menjadi Kewajiban
  Karena hak dan kewajiban adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, ide hak asasi manusia hanya akan dapat diterima jika kita menyadari bahwa tugas semua orang wajib hukumnya untuk menghormati hak asasi ini. Terlepas dari nilai-nilai dari masyarakat tertentu, hubungan manusia secara universal berdasarkan adanya hak dan kewajiban.
  Tidak ada kebutuhan akan sebuah sistem yang kompleks mengenai etika untuk membimbing dan mengarahkan tindakan atau prilaku manusia. Ada satu aturan kuno yang mana, jika benar-benar diikuti, akan menjamin terciptanya hubungan manusia yang adil yaitu Golden Rule. Dalam bentuk negatifnya, Golden Rule mengamanatkan bahwa kita tidak boleh melakukan apa yang kita tidak ingin orang lain melakukannya kepada kita. Bentuk positif menyiratkan peran yang lebih aktif dan menjunjung solidaritas.
  Mengingat adanya Golden Rule, Deklarasi Universal atas Hak Asasi Manusia memberikan landasan pemikiran yang ideal sebagai pertimbangan terhadap kewajiban-kewajiban utama yang penting sebagai pelengkap bagi hak-hak tersebut. 

  1. Jika kita memiliki hak untuk hidup, maka kita juga memiliki kewajiban untuk menghargai dan menghormati kehidupan.

  2. Jika kita memiliki hak akan kebebasan, maka juga berkewajiban untuk menghargai dan menghormati kebebasan orang.

  3. Jika kita memiliki hak atas jaminan keamanan, maka kita memiliki kewajiban untuk menciptakan kondisi yang baik bagi semua orang untuk dapat menikmati rasa aman dan nyaman.

  4. Jika kita memiliki hak untuk ikut serta dalam proses perpolitikan negara kita dan berhak turut serta memilih pemimpin negara kita, maka kita berkewajiban untuk berpartisipasi dan memastikan bahwa pemimpin terbaiklah yang akan terpilih.

  5. Jika kita memiliki hak untuk dapat bekerja dalam keadaan yang baik dan menyenangkan untuk memberikan standar kehidupan yang pantas bagi diri kita sendiri dan keluarga, maka kita berkewajiban untuk menampilkan kapasitas terbaik yang kita miliki.

  6. Jika kita memiliki hak atas kebebasan dalam berpikir, hati nurani dan agama, kita juga memiliki hak untuk menghargai dan menghormati pemikiran orang lain dan prinsip-prinsip agama.

  7. Jika kita memiliki hak untuk terdidik, maka kita memiliki kewajiban untuk belajar sebanyak mungkin dengan memaksimalkan kapa- bilitas yang kita miliki dan di manapun ada kesempatan, sebisa mungkin kita harus membagi pengetahuan dan pengalaman yang kita punya kepada orang lain.

  8. Jika kita memiliki hak untuk mengambil keuntungan dari kandungan perut bumi, maka kita berkewajiban untuk menghormati dan menghargai, peduli, dan memperbaiki bumi ini dan sumber daya alamnya. 

Sebagai manusia, kita memiliki potensi yang tak terbatas untuk peme- nuhan diri. Oleh karena itu, kita berkewajiban untuk mengembangkan kapasitas fisik, emosional, intelektual, dan spiritual yang kita miliki semaksimal mungkin. Pentingnya konsep atas tanggung jawab ke arah pencapaian perwujudan pengembangan diri tidak bisa diabaikan. 


DAFTAR PESERTA 

Anggota InterAksi

  • ・H.E. Mr. Helmut Schmidt
  • ・H.E. Mr. Andries van Agt
  • ・H.E. Mr. Miguel de la Madril Hurtado 

Penasihat Akademik

  • ・Prof. Hans Kung, Universitas Tubingen
  • ・Prof. Thomas S. Axworthy, Fakultas Kebijakan Publik Universitas Harvard
  • ・Prof. Kim Kyong-dong, Seoul National University 

Ahli Tingkat Tinggi

  • ・Cardinal Franz Konig, Vienna, Austria
  • Prof. Hassan Hanafi, Universitas Kairo
  • Dr. Ariyaratne, Presiden Pergerakan Sarvodaya Sri Langka
  • ・The Rt. Rev. James H. Ottley, Pengamat Anglikan PBB
  • ・Dr. M. Aram, Presiden, Konferensi Dunia Agama dan Perdamaian (MO, India)
  • ・Dr. Yulia Ching (Wakil Konghucu) 
  • ・Dr. Anna-Marie Aagaard, Persatuan Gereja Dunia
  • ・Dr. Teri McLuhan, Penulis
  • ・Prof. Yersu Kim, Direktur Bidang Filsafat dan Etika, UNESCO
  • ・Prof. Richard Rorty, Pusat Humaniora Stanford
  • ・Prof. Peter Landesmann, Akademi Ilmu Pengetahuan Eropa, Duta Besar Salzburg Koji Watanabe, Mantan Duta Besar Jepang untuk Rusia 

Jurnalis

Ms. Flora Lewis, International Herald Tribune
Mr. Woo Seung-yong, Munhwa Ilbo
Koordinator Proyek, Keiko Atsumi, IAC Sekretariat Tokyo 



DUKUNGAN DEKLARASI

Deklarasi Umum ini mendapatkan dukungan dari beberapa pihak sebagai berikut: 

I. Anggota InterAksi

Helmut Schmidt (Pimpinan Kehormatan), Mantan Konselor Republik
Federal Jerman
Malcom Fraser (Pimpinan), Mantan Perdana Menteri Australia

Andries A. M. van Agt, Mantan Perdana Menteri Belanda
Anand Panyarachun, Mantan Perdana Menteri Thailand
Oscar Arias Sanchez, Mantan Presiden Costa Rica
Lord Callaghan of Cardiff, Mantan Perdana Menteri Inggris

Jimmy Carter, Mantan Presiden Amerika
Miguel de la Madrid Hurtado, Mantan Presiden Meksiko

Kurt Furgler, Mantan Presiden Switzerland
Valery Giscard d’Estaing, Mantan Presiden Prancis

Felipe Gonzalez Marquez, Mantan Perdana Menteri Spanyol
Mikhail S. Gorbachev, Pimpinan Soviet dan Presiden Republik Sosialis

Soviet
Selim Hoss, Mantan Perdana Menteri Lebanon
Kenneth Kaunda, Mantan Presiden Zambia
Lee Kuan Yew, Mantan Perdana Menteri Singapura
Kiichi Miyazawa, Mantan Perdana Menteri Jepang
Misael Pastrana Borrero, Mantan Presiden Kolombia (Meninggal pada Agustus lalu)
Shimon Peres, Mantan Perdana Menteri Israel
Maria de Lourdes Pintasilgo, Mantan Perdana Menteri Portugal

Jose Sarney, Mantan Presiden Brazil
Shin Hyon Hawk, Mantan Perdana Menteri Republik Korea

Kalevi Sorsa, Mantan Perdana Menteri Finlandia
Pierre Elliott Trudeau, Mantan Perdana Menteri Kanada
Ola Ullsten, Mantan Perdana Menteri Swedia
Goerge Vassiliou, Mantan Presiden Cyprus
Franz Vranitzky, Mantan Presiden Austria 


II. Pendukung 

Ali Alatas, Menteri Luar Negeri, Indonesia
Abdulaziz Al-Quraishi, Mantan Pimpinan SAMA
Lester Brown, Presiden, Worldwatch Institute
Andre Chouraqui, Profesor di Israel
John. B. Cobb Jr., Sekolah Teologi Claremont
Takako Doi, Presiden, Partai Demokrasi Sosialis Jepang
Kan Kato, Presiden, Chiba University of Commerce
Henry A. Kissinger, Mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat

Teddy Koliek, Mayor Yerussalem 
William Laughlin, Pengusaha Asal Amerika
Chwasan Lee Kwang Jung, Kepala Darma Master, Won Buddhism
Federico Mayor, Direktur Utama, UNESCO
Robert McNamara, Mantan Presiden, Bank Dunia
Rabbi Dr. J. Magonet, Kepala Sekolah, Leo Back Collage
Robert Muller, Rector, University for Peace
Konrad Raiser, Persatuan Gereja Dunia
Jonatan Sacks, Pimpinan Rabbi Inggris
Seijuro Shiokawa, Mantan Menteri Rumah Tangga, Pendidikan, dan Transportasi Jepang
Rene Samuel Sirat, Grand Rabbi Prancis
Sir Sigmund Sternberg, Persatuan Kristen dan Yahudi Internasional

Masayoshi Takemura, Mantan Menteri Keuangan Jepang
Gaston Thorn, Mantan Perdana Menteri Luxemburg
Paul Volcker, Pimpinan, James D. Wolfensohn Inc.
Carl Friedrich v.Weizsacker, Ilmuan
Richard v. Weizsacker, Mantan Presiden Republik Federal Jerman

Mahmoud Zakzouk, Menteri Agama, Mesir 

III. Peserta (Pertemuan Persiapan di Wina, Austria pada Maret 1996 dan April 1997) dan tamu khusus (pada Sesi Utama ke 15 di Noordwijk, Belanda pada Juni 1997)
 


Hans Kung, Universitas Tubingen, (Penasihat Akademik)
Thomas S. Axworthy, CRB Foundation, (Penasihat Akademik)

Kim, Kyong-dong, Seoul National University, (Penasihat Akademik)
Cardinal Franz Konig, Wina, Austria
Anna-Marie Aagaard, Persatuan Gereja Dunia
A.A Mughram Al-Ghamdi, The King Fahad Academy

M. Aram, Konferensi Dunia Agama & Perdamaian 
A.T. Ariyatne, Pergerakan Sarvodaya Sri Lanka
Julia Ching, Universitas Toronto
Hassan Hanafi, Universitas Kairo
Nagaharu Hayabusa, The Asahi Shimbun
Yersu Kim, Divisi Filsafat dan Etika, UNESCO
Peter Landesmann, Akademi Ilmu Pengetahuan Eropa
Lee, Seung-Yun, Mantan Deputi Perdana Menteri dan Menteri Peren- canaan Ekonomi Republik Korea
Flora Lewis, International Herald Tribune
Liu, Xiao-feng, Institut Studi Sino-Christian
Teri McLuhan, Penulis asal Kanada
Isamu Miyazaki, Mantan Menteri Negara, Perencanaan Ekonomi Jepang

J.J.N.Rost Onnes, Wakil Presiden Eksekutif, Bank ABN AMRO
James Ottley, Pengamat Anglikan PBB
L. M. Singhvi, Komisioner Tinggi India
Marjorie Hewitt Suchocki, Sekolah Teologi Claremont
Seiken Sugiura, DPR Jepang
Koji Watanabe, Mantan Duta Besar Jepang untuk Rusia
Woo, Seong-yong, Munhwa Ilbo
WuXeequian, Wakil Pimpinan, Konferensi Politik Konsultatif Rakyat Cina

Alexander Yokovlev, Mantan Anggota, Kepresidenan Uni Soviet 



PIAGAM DEKLARASI JAKARTA
TAHUN 2003


Laporan Hasil Rapat Dewan
InterAction antara Pemerintah dan
Pemimpin Agama


‘MENYATUKAN PERBEDAAN’


Habibie Centre, Jakarta Indonesia


11-12 Maret 2003 

LEMBAGA InterAction merupakan lembaga yang berorientasi pada kondisi sosial masyarakat yang meliputi bidang politik dan ekonomi. Pada tahun 1987, dewan ini mengadakan pertemuan untuk membahas isu perdamaian, populasi, dan lingkungan dengan para pemimpin agama di Roma. Kemudian pada tahun 1996, dewan ini juga membahas tentang norma-norma yang berlaku di masyarakat dan diterima di berbagai agama. Di sini, dewan lembaga mengusulkan untuk dikeluarkannya deklarasi hak-hak asasi manusia (HAM). Selanjutnya pada tahun 1999 tepatnya di Kairo Mesir, anggota dewan mengindikasikan adanya isu agama sebagai gejolak yang terjadi di Timur Tengah. 
  Sejak terjadinya penyerangan di New York dan Washington yang menghebohkan sehingga yang dikenal dengan tragedi WTC ini, para anggota dewan mengkhawatirkan adanya teror perang yang lebih besar di balik konflik antaragama. Bentuk tragedi yang terjadi di Kenya, Rusia, India, dan Indonesia juga dapat memicu serangkaian serangan teroris yang terjadi. Dengan demikian, sangat penting untuk memahami beberapa pertimbangan berikut.
 

  1. Kondisi dunia saat ini berpotensi terjadi teror perang dan peng- gunaan senjata pemusnah massal. Bukan itu saja, dampak yang lebih besar pun dapat terjadi sehingga mengganggu kestabilan dunia di segala aspek.

  2. Terjadinya aksi teroris ini dipicu oleh kebencian dan kecemburuan sosial serta kepentingan khusus antarkelompok yang berimplikasi pada kota atau tempat tertentu.

  3. Mereka berasumsi bahwa pengambilan kebijakan Negara Barat menjadi faktor yang menyebabkan aksi terorisme. Salah satunya yaitu ketidakseimbangan pendapatan antara satu daerah dan daerah lain yang mana mengakibatkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Dengan adanya Millennium Development Goals dari PBB dalam meningkatkan kondisi keuangan, politik, moral, dan institusi terkait dapat menjamin standar kehidupan yang layak bagi semua orang.

  4. Keseimbangan ekonomi antarnegara dapat dicapai melalui kerja sama, saling memahami, dan mempercayai. Karena poin utama pada kebijakan ini adalah menciptakan kepercayaan.

  5. Setidaknya dengan adanya kebijakan pelarangan perang oleh PBB yang mana dalam hal ini adalah dewan keamanan internasional dapat menciptakan perdamaian dunia. Apabila suatu negara dengan mudah dimasuki doktrin atau paham radikal maka hukum internasional yang telah berlaku 50 tahun lalu akan sia-sia. 

Oleh karena itu: 

  1. I. Kami mengundang semua pemimpin agama menghadiri perte- muan untuk membahas penolakan keras terhadap semua legitimasi agama yang berbau kekerasan dan terorisme. 

  2. Kami mendesak semua pemimpin negara untuk mengambil langkah positif agar menyatukan perbedaan baik dari sisi agama dan etnik; membangun kerja sama antarnegara; dan menciptakan keadilan.

  3. Kami mengundang semua negara maju dan berkembang untuk bekerja sama dengan dewan keamanan PBB dalam menciptakan keadilan, keseimbangan dan perdamaian dunia. Kemudian men- dukung langkah PBB untuk menyelesaikan konflik internasional.

  4. Kami mengajak semua negara untuk menghargai nilai, etika, dan hak manusia yang mana telah diajarkan agama dalam membangun nilai budaya, menghindari kekerasan, menghormati hak hidup manusia, solidaritas, tatanan ekonomi, toleransi, kesamaan hak dan peran antara pria dan wanita.

  5. Kami mengajak semua negara dan agama untuk mengutuk serta menentang semua bentuk kejahatan terorisme yang timbul dari paham politik maupun agama.

  6. Denganbegitukamimengajaksemuapemimpinnegaradanagama untuk menghindari kaum ekstremis dari segala bentuk tindakan yang dilakukan dan mengajarkan nilai, standar, dan perilaku masyarakat yang baik serta beradab.

  7. Dan kami mengajak kedua pemimpin tersebut untuk menyatukan perbedaan. Menentang segala bentuk tindakan yang sewenang- wenang dan diskriminasi. 

Kami menekankan semua nilai dan poin berikut agar diimplementasikan bagi semua negara yang dituangkan melalui semangat Deklarasi Universal Tanggung Jawab Manusia. Hal ini dapat tercapai dengan adanya kebijaksanaan dan tindakan konkret seperti pemerataan eko- nomi manusia. Sekedar mengingatkan kembali pentingnya prinsip dasar kemanusiaan yang berbunyi ‘Memanusiakan manusia’ (semua manusia layak diperlakukan secara manusiawi) dan ‘Jangan melakukan melakukan apa yang kita tidak ingin orang lain melakukannya kepada kita’. 


DAFTAR PESERTA 
 
Anggota Dewan InterAction 

  • 1.Perdana Menteri Australia, Malcom Fraser

  • 2.Perdana Menteri Belanda, Andreas van Agt

  • 3.Presiden Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie

  • 4.Presiden Ekuador, Jamil Mahuad 

Pemimpin Agama 

  • 5.Pemuka agama Hindu, Rev. Swami Agnivesh (India).

  • 6.Pemuka agama Islam, Dr. Kamel Al-Sharif, Sekretaris Umum Majelis Islam Internasional.

  • 7.Pemuka agama Buddha, Dr. A.T. Ariyaratne, pemimpin pergerakan Sarvodaya Shramadana (Sri Lanka).

  • 8.Pemuka agama Kristen Katolik, Uskup Agung Francis P. Carroll, Ketua Konferensi Uskup Agung Katolik Australia, Uskup Agung Canberra dan Goulburn (Australia).

  • 9.Pemuka agama Kristen Protestan, Rev Tim Costello, Pembaptis Gereja (Australia).

  • 10.Pemuka agama Ortodoks Yunani, Mr. James Jordan, Anggota Dewan Keuskupan Agung (Australia).

  • 11.Pemuka agama Konghucu, Prof. Lee Seung-hwan, Profesor Filosofi di Univ. Korea (Korea).

  • 12.Pemuka agama Islam, Prof. Dr. A. Syafii Maarif, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah (Indonesia).

  • 13.Pemuka agama Islam, Mr. Rozy Munir, Ketua Nahdatul Ulama (Indonesia).

  • 14.Pemuka agama Islam, KH. Hasyim Muzadi, Ketua Umum Nahdatul Ulama (Indonesia). 

  • 15.Pemuka agama Kristen Protestan, Rev. Dr. Konrad Raiser, Sekretaris Umum Gereja Dunia (Swiss).

  • 16.Pemuka agama Yahudi, Dr. David Rosen, Direktur Internasional Urusan Antaragama Komite Yahudi Amerika (Amerika).

  • 17.Pemuka agama Buddha, Dr. Rusli, SH. MM, Asosiasi Komunitas Buddha Indonesia (Indonesia).

  • 18.Pemuka agama Kristen Protestan, Dr. Natan Setiabudi, Ketua Persatuan Gereja Indonesia (Indonesia).

  • 19.Pemuka agama Hindu, Rev. I. N. Suwandha, SH, Ketua Asosiasi Komunitas Hindu Indonesia (Indonesia).

  • 20.Pemuka agama Islam, Prof. Dr. Din Syamsudin, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (Indonesia).

  • 21.Pemuka agama Kristen Katolik, Alex Widjojo, SJ, Pastor Gereja Katolik Romawi Jakarta (Indonesia). 

Lain-lainnya 

  • 22.Ms. Katherine Marshall, Kepala Development Dialogue on Values and Ethics, Bank Dunia Amerika.

  • 23.Dr. S.M. Farid Mirbagheri, Direktur Penelitian Centre for World Dialogue, Siprus.

  • 24.Mr. Seiken Sugiura, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Jepang.

  • 25.Mr. Zhang Yi-jun, Wakil Ketua Komite Luar Negeri, Konferensi Konsultasi Politik, Cina. 

Akademisi 

  • 26.Prof. Thomas S. Axworthy, Direktur Eksekutif Lembaga Historica, Kanada.

  • 27.Prof. Nagao Hyodo, Profesor Univ. Keizai Tokyo, Jepang (Wakil Sekretaris Umum IAC).

  • 28.Prof. Amin Saikal, Direktur Pusat Studi Islam di Arab, Timur Tengah dan Asia Tengah, Univ. Nasional Australia, Australia. 



Hasil Laporan di Tübingen (2007)

Hasil Laporan Ketua Rapat Ahli Tingkat Tinggi



AGAMA SEBAGAI FAKTOR DALAM
DUNIA POLITIK



Diprakarsai oleh


Ingvar Carlsson



7-8 Mei 2007, Tübingen, Jerman 

SEJAK tahun 1987, anggota dewan lembaga InterAction telah terlibat dalam dialog antarpemimpin agama dan politik membahas tentang isu perdamaian, pembangunan, dan lingkungan. Para tokoh pemikir dari semua kepercayaan (agama) dan filosofi telah memfokuskan diri pada identifikasi norma-norma yang berlaku kemudian dituangkan dalam bentuk proposal yang berjudul Deklarasi Universal Tanggung Jawab Manusia. 
  Sejak era 2000-an, problematika yang sering dihadapi menjadi sangat kompleks. Mulai dari konflik agama, isu pemanasan global, sampai aksi terorisme yang memicu ketakutan bagi semua orang. Dapatkah peran agama menjadi solusi bagi perdamaian, keadilan, dan nilai-nilai moral? Dapatkah sifat toleransi antarsesama ditunjukkan– toleransi saling menghormati tidak diabaikan? Dapatkah masyarakat menghadapi tantangan dalam hal menghargai identitas budaya dan agama orang lain? Dapatkah dunia dengan kondisi saat ini mampu beradaptasi dengan situasi global yang baru? Dan mampukah para pemimpin menjadi harapan bagi semua orang untuk menciptakan ide- ide positif yang dapat direalisasikan secara nyata? 
  Kondisi dunia saat ini mulai memasuki usia di mana agama menjadi sesuatu yang sensitif. Pada tanggal 7-8 Mei 2007 di Tübingen Jerman, para ahli tingkat tinggi mengadakan pertemuan di Lembaga Etika Global, anggota dewan lembaga InterAction mengusulkan tokoh agama dalam mempertimbangkan metode temuan yang digunakan pada eksistensi dan perdamaian politik. 

Dasar Pemikiran 
  Agama Yahudi, Kristen, Islam, Buddha, maupun Hindu memiliki keberagaman keyakinan, teologi, dan kepercayaan yang terkandung di dalamnya.Pentingsekaliuntukmemahamidanmenghargaikeberagaman atau perbedaan berbagai agama. Ada tiga agama monoteistik yang sampai saat ini dipandang sebagai oposisi satu dengan lainnya. Akan tetapi, kita harus melihat ketiga agama tersebut memiliki hubungan satu sama lainnya karena melalui pendidikan antar-kepercayaan, tujuan ini dapat dicapai. Pada umumnya, pendekatan antar-kepercayaan menjadi acuan untuk belajar daripada untuk diajarkan. 
  Dialog merupakan sebuah seni yang memerlukan komunikasi dari hati ke hati. Keuntungan dari dialog antarpersonal, lokal, nasional, maupun internasional tidak boleh dianggap remeh. Karena dialog ini tidak hanya meliputi strategi komunikasi persuasif, melainkan sebuah cara untuk menyatukan pemahaman melalui nilai-nilai dan norma yang berlaku. Dengan demikian, perlu untuk saling memahami agama dan budaya orang lain. 
  Melalui metode dialog, seseorang mampu menghargai nilai-nilai dengan mempelajari baik keyakinan maupun kepercayaan yang dianut orang lain. Tujuan yang lebih luasnya berfokus pada ‘masyarakat belajar’ daripada ‘masyarakat mengajari’ serta penting mengajari anak-anak tentang pentingnya persamaan daripada perbedaan agama di seluruh dunia.
  Dengan demikian, Deklarasi Universal Tanggung Jawab Manusia memiliki dampak yang begitu pesat bagi para politikus, tokoh agama, ateis, dan agnostik dalam memperkenalkan nilai dan norma yang berlaku di kalangan masyarakat. Kebebasan beragama merupakan hak yang terdorong tidak secara fisik maupun moral untuk menerima agama atau paham baru. Nilai dan norma standar merupakan sebuah perangkat untuk menerima dan menghargai berbagai keyakinan yang dianut oleh orang lain. Oleh karena itu, kami menegaskan kembali bahwa Deklarasi Universal sangat diterima oleh para pemimpin berbagai agama atau keyakinan yang berperan dalam menciptakan nilai moral yang terkandung di setiap agama. 

Hubungan antara Politik dan Agama 
  Selain persamaan dalam semua agama, para ahli tingkat tinggi juga turut membahas tentang pengaruh agama dalam politik. Ketegangan politik dan agama menguat setelah adanya arus global yang berlawanan, di satu sisi meningkatnya paham sekularisme dan di sisi lain meningkat pula aktivitas agama di beberapa negara. Laporan kehadiran gereja secara reguler di Eropa Barat mengalami penurunan menjadi 20% saja. Justru sebaliknya yang terjadi di Amerika, laporan kehadiran ritual agama setiap minggu meningkat hampir 65%. Kemudian di Negara Arab dan beberapa Negara Asia lainnya juga mengalami hal serupa. 
  Dengan meningkatnya aktivitas agama yang berdampak positif bagi kehidupan banyak orang, hal ini dimanfaatkan oleh pemimpin politik untuk menciptakan ketidaknyamanan dan menyalahgunakan kekuasaannya. Adanya kombinasi antara kebodohan, agama, dan nasionalisme dapat berpotensi terjadinya perang. Kekuasaan yang dinamis antara agama dan politik dapat memicu konflik internasional dan rezim penindasan. Seperti yang terjadi di Irak, Afganistan, Israel- Palestina, Sri Lanka, dan Thailand. 
  Pada kenyataannya, kebijakan politik yang muncul seringkali tidak memihak dengan paham agama. Fundamentalis bukanlah inti dari agama apa pun, melainkan karakteristiknya. Maka di sinilah tantangan bagi para pemimpin agama untuk mencegah setiap tindakan yang mengatasnamakan agama dalam melakukan aksi kejahatan dan melawan kaum ekstremis yang rentan dengan eksploitasi politik serta menguatkan persatuan umat beragama. 

Bergerak Maju 
  Para ahli tingkat tinggi masih melihat terdapat kesamaran pada penjelasan isu kompleks di atas. Lembaga antropologi yang mengatur tentang kehidupan manusia yang bermartabat, hak asasi manusia, beserta kewajibannya menampilkan dunia yang kaya dengan nilai moral yang terkandung di dalamnya.
  Dengan kondisi lingkungan global saat ini, maka kita membutuhkan warga negara yang bermartabat dan bertanggung jawab dengan lingkungan sekitarnya. Dan juga kami berharap pada pemimpin agama yang akan datang mampu memainkan peran penting. Setidaknya mereka mampu menguasai dua bahasa yaitu bahasa menghargai terhadap komunitas agama dan bahasa sebagai warga negara dunia. Dengan menguasai dua bahasa tersebut, kita memiliki peluang untuk mewujudkan etika yang baik dalam politik, ekonomi, dan kesetaraan sosial, seperti suku, ras, budaya, dan jenis kelamin serta menentang segala bentuk diskriminasi. 
  Salah satu tantangan besar yang kita hadapi saat ini adalah menjaga lingkungan bagi generasi ke depan. Setiap spesies yang hidup di muka bumi ini sangat berharga, akan tetapi sangat ironi yang terjadi karena lebih dari seratus spesies setiap harinya mengalami kepunahan. Sekali lagi, peran pemimpin agama sangat dibutuhkan untuk mengajak semua orang menghadapi tantangan global saat ini. Hal ini dapat diatasi dengan beban moral yang harus dipikul oleh masyarakat dalam memelihara ekologi lingkungan demi kelangsungan hidup banyak orang. Karena kita harus bisa memeliharanya daripada mengeksploitasinya secara berlebihan.
  Pada dua puluh lima tahun terakhir, bentuk dialog yang selama ini dilakukan oleh tokoh agama telah berubah. Karena perbedaan agama tidak seharusnya menghalangi hak-hak hidup manusia, melainkan menjadi inspirasi bagi orang banyak. 

Rekomendasi 
   Ketua ahli tingkat tinggi telah merekomendasikan beberapa hal berikut. 

  1. Menegaskan dan memperkuat ruang lingkup persuasif dari Deklarasi Universal Tanggung Jawab Manusia yang dituangkan melalui ‘kewajiban manusia’; dan menekankan nilai pokok— keadilan, belas kasih, kesopanan, dan harmoni yang mana hal ini seringkali diucapkan pada saat deklarasi, serta memfasilitasi dialog ini dengan pelopor hak asasi manusia.

  2. Meningkatkan toleransi antarumat beragama, kesadaran warga negara, dan rasa kemanusiaan melalui norma yang berlaku.

  3. Mendukung segala aktivitas warga dalam meningkatkan kesadaran diri dan kewajiban untuk menjaga lingkungan sekitar.

  4. Mewujudkan tindakan yang terencana melalui pendidikan antarumat beragama agar dapat meningkatkan rasa toleransi, saling menghargai, dan belajar untuk menghormati kemajemukan agama, kepercayaan, dan peribadatan.

  5. Mendukung kebebasan beragama; menciptakan kondisi aman; dan melibatkan tokoh masyarakat, pemimpin agama, dan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan atas nama kekuasaan dan agama.

  6. Menjamin kelangsungan hidup bagi semua makhluk di muka bumi dan menyertakan peran agama untuk menghadapi problematika lingkungan agar menghargai hak hidup dan memelihara lingkungan untuk generasi selanjutnya. 

  7. Mengenali cara dalam menciptakan perdamaian dan solidaritas meskipun dengan budaya dan keyakinan yang berbeda.  


Daftar Peserta 

Anggota IAC 

  • 1.Y.M. Helmut Schmidt, Pimpinan Kehormatan, (Mantan Konselor Jerman)

  • 2.Yang Termulia Malcolm Fraser, Pimpinan Kehormatan, (Mantan Perdana Menteri Australia)

  • 3.Y.M. Ingvar Carlsson, Wakil Pimpinan, (Mantan Perdana Menteri Swedia)

  • 4.Y.M. Abdel Salam Majali (Mantan Perdana Menteri Jordan)

  • 5.Y.M. Franz Vranitzky (Mantan Konselor Austria) 

Ahli Tingkat Tinggi 

  • 6.Dr. A. Kamal Aboulmagd (Islam, Sunni) Pengacara (Mesir)

  • 7.Dr. Kezevino Aram (Hindu), Direktur, Shanti Ashram (India)

  • 8.Rev. Dr. Mettanando Bhikkhu (Buddha Theravada), Pengarah Utama Bidang Buddha pada Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (Thailand)

  • 9.Prof. Hans Kung (Kristen), Profesor Emiritus, Universitas Tubingen (Switzerland)

  • 10.Prof. Karl-Josef Kuschel (Kristen), Wakil Presiden Persatuan Etika Global (Jerman)

  • 11.Rabbi Jonathan Magonet (Judaism), Leo Back College (Inggris)

  • 12.Archbishop Makarios of Kenya (Ortodox Yunani) (Cyprus) 

  • 13.Dr. Stephan Schlensog, Ahli Hindu, Sekretaris Umum, Persatuan Etika Global (Jerman)

  • 14.Dr. Abdolkarim Soroush (Islam, Shia) (Iran)

  • 15.Dr. Tu Weiming (Agama dan Filsafat Cina), Universitas Harvard

    Cina

  • 16.Dr. Osamu Yoshida (Buddha Mahayana), Profesor, Universitas Toyo (Jepang) 

Penasihat

  • 17.Dr. Thomas S. Axworthy, Profesor, Queen’s University (Kanada)

  • 18.Dr. Gunther Gebhardt, Persatuan Etika Global (Jerman)

  • 19.Prof. Nagao Hyodo, Mantan Duta Besar untuk Belgia (Jepang)

Sekretaris Umum 

  • 20.Prof. Isamu Miyazaki, Mantan Menteri Perencanaan Ekonomi (Jepang) 


INDONESSIAN Ver.